RADIOAZAM.ID – Mencoba peruntungan dari limbah sampah setelah sebelumnya berstatus karyawan hotel selama 23 tahun, kini Nazarudin atau biasa lebih dikenal dengan sapaan Nazdin mampu memiliki penghasilan sebesar belasan juta rupiah, dari mengolah atau mendaur ulang limbah sampah plastik menjadi lem.
Lem yang diproduksi sendiri telah dijual sampai ke Malaysia, dan pelanggannya kini mulai ramai. Ia pun menjual produknya dari gerai yang dibuka di Coastal Area Hal B, atau persis di belakang Pos Polantas Coastal Area.
Tidak ada ilmu khusus yang ia pelajari dalam membuat lem, hanya berbekal dari rasa ingin coba-coba, dan sedikit menerapkan ilmu kimia yang ia dapatkan semasa masih bersekolah di SMA dulu, sehingga mulai bereksperimen dengan plastik dicampur menggunakan berbagai macam bahan-bahan yang dibutuhkan.
Campuran untuk membuat lem selain dari daru ulang sampah plastik, juga diperlukan minyak bensin atau peralite, bisa juga sebagai pengganti yakni minyak jelantah, yang merupakan limbah rumah tangga, fungsinya agar lem tetap basah atau tidak keras saat didalam kemasan, ditambah campuran lem kambing untuk membantu perekat sedikit, dan zat kimia lainnya, lalu ditambah gabus bekas berfungsi melelehkan semua bahan, kertas bekas yang fungsinya untuk memadatkan semua bahan campuran, lalu ditambah pewarna sesuai keinginan.
Nazdin menjelaskan, semua jenis plastik bisa dijadikan lem, termasuk juga beberapa jenis bahan lainnya seperti gabus bekas juga akan menjadi bahan perekat. Sehingga plastik akan dengan sendirinya meleleh menggunakan bahan campuran dan tidak perlu dilumatkan, cukup dipotong kecil-kecil lalu tinggal ditunggu sekitar 30 menit, sehingga semuanya akan tercampur dan berubah menjadi lem.
Tidak ada presentasi khusus berapa banyak campuran dari berbagai jenis bahan tersebut, hanya diperlukan sebagai bahan pembantu perekat yakni lem kambing, agar lemnya bisa lebih cepat lengket.
“Tidak ada ketentuan atau takaran tentang berapa persen campuran bahan-bahannya,” sebut Nazdin, saat ditemui disela-sela kesibukannya menjaga gerainya di Coastal Area, Kamis (25/5/2023).
Setelah lem jadi, wadah meletakkan lem pun merupakan limbah sampah plastik, yakni dari botol plastik bekas minuman kopi berbagai merek ukuran 200 mili liter (ML), yang sebelumnya sudah dibersihkan. Dipilihnya botol bekas minuman kopi, agar bisa lebih mudah menakar banyaknya lem di setiap wadah, dan kemasannya pun mudah dibawa konsumen yang membeli.
Mengenai kualitas, lem yang dibuat Nazdin bisa diadu dengan lem yang dijual di toko, bahkan saat ini banyak yang sudah mencari lem buatannya untuk membuat kerajinan tangan, selain harga yang memang ekonomis, ditambah dengan daya rekatnya tidak diragukan lagi, karena makin lama makin keras membatu.
“Harganya murah meriah, satu botol dibandrol Rp80.000. Masyarakat yang ingin mencari lem yang kualitasnya tak kalah dengan lem bermerek, silahkan saja ke Gerai Coastal Area Hall B,” sebut Nazdin.
Dia juga memberikan tips atau cara penggunaan lem buatannya, cukup memakai suntikan bekas ataupun bisa juga yang ingin membeli, lalu dimasukkan kedalam tabung suntik dan ditekan agar ujungnya mengeluarkan cairan lem. Fungsinya menggunakan suntik agar lem yang dikeluarkan tidak begitu tebal dan tidak boros. Media yang direkatkan akan mengering dalam waktu dua hari, bahkan semakin lama akan semakin membatu.
Memang menurutnya, perbedaan dengan lem bermerek hanya pada lamanya proses pengeringan. Buatannya memerlukan waktu dua hari untuk benar-benar kering dalam merekat sesuatu. Sementara lem kemasan bermerek hanya butuh hitungan jam namun harganya mahal, dan tentu memerlukan biaya besar jika seorang pengrajin akan membuat suatu hasil karya.
“Daya rekatnya atau ketahanannya alhamdulillah bisa diuji. Lem buatan saya ini lengket di kaca, besi stainles, tapi tidak cocok untuk bahan lentur seperti sepatu atau sandal. Yang jelas lem ini semakin lama akan semakin mengeras seperti batu,” terangnya.
Dalam seminggu, Nazdin menghabiskan sektiar 10 kilogram atau setiap bulannya menghabiskan 40 kilogram sampah plastik. Sedangkan untuk satu botol lem, dia memerlukan setengah kilogram sampah plastik.
Setiap minggu ataupun setiap bulannya Nazdin mengaku pasti tetap memproduksi lem, karena dia juga merupakan pengrajin berbahan limbah cangkang kerang, dan membutuhkan lem yang cukup banyak, sebagai perekat dalam membuat hasil karya. Selain untuk kebutuhan sendiri, maka dia juga menjual lem hasil karyanya kepada siapapun yang membutuhkan, bahkan sekarang sudah mulai banyak pelanggan dari para pengrajin yang mencari lem buatannya.
Untuk mendapatkan bahan baku sampah plastik, Nazdin memberdayakan masyarakat yang memulung lalu membeli semua plastik untuk dijadikan lem, termasuk juga memesan khusus sampah botol plastik bekas kopi, sebagai wadah lem yang juga dibeli dengan harga khusus.
“Saya sudah berlangganan dengan beberapa warga yang memulung, untuk membeli sampah plastik sebagai bahan baku dan wadah lem. Sampah plastik yang jadi bahan campuran lem ditimbang dan harga per kilogram Rp3000, harga segitu sama seperti pengepul plastik dipasaran. Namun untuk pesanan botol bekas kopi tidak ditimbang, melainkan saya beli seharga Rp2000 per 10 botol,” sebut Nazdin.
Nazdin hanya memerlukan modal awal Rp30.000, sudah jadi 10 botol lem dan setiap botolnya dijual Rp80.000. Sedangkan pembeli yang mencari lem buatannya, tidak sedikit yang memesan dalam jumlah banyak.
“Untungnya berkali lipat, sudah ada pelanggan dan dijual sampai kemana-mana, bahkan tamu dari Malaysia kalau kesini pasti cari lem saya, untuk mereka pakai sebagai perekat dalam jumlah banyak,” terangnya.
Pria 47 tahun ini mengaku mampu menghasilkan pendapatan mencapai belasan juta rupiah dari mengolah limbah sampah. Bahkan ia sempat mempekerjakan dua orang, yang ditugaskan untuk memilah sampah yang telah dibeli dan membersihkan plastik untuk dibuat lem.

Hanya saja, saat Covid-19 dalam beberapa tahun ini, usaha Nazdin sempat meredup dan pelanggan sepi, sehingga dia tidak sanggup membayar gaji karyawan dan terpaksa merumahkan.
“Tapi sekarang baru mulai bangkit lagi dan rencananya mau rekrut pekerja dua orang. Karena saya sendiri memang kewalahan, pelanggan pun sudah mulai berangsur bertambah dan pesanan semakin banyak,” katanya.
Dijelaskan Nazdin, ide untuk membuat lem hasil karyanya itu berwal dari coba-coba atau autodidak, yang tujuan awalnya hanya untuk mengurangi limbah atau atau mengurangi kerusakan lingkungan dari limbah plastik, setelah ditekuni lalu berhasil dan lem yang dibuat saat pertama kali bereksperimen pun tidak gagal hingga saat ini.
Mengenai perbandingan jika menggunakan lem buatannya, akan lebih hemat terkhusus bagi para pengrajin yang memerlukan lem dalam jumlah yang cukup banyak. Sehingga dalam satu botol bisa menghasilkan belasan karya. Hanya saja harus bisa menggunakannya seirit mungkin, dengan cara menggunakan suntik yang tidak terpakai, fungsinya agar lem yang keluar semakin sedikit melalui lubang ujung suntik.
“Kalau kita beli lem bermerek untuk membuat satu karya kerajinan, berapa banyak biaya yang harus kita keluarkan, bisa-bisa tidak balik modal. Justru dengan lem ini akan memperkecil pengeluaran,” terang Nazdin lagi.
Sebelumnya, Nazdin merupakan karyawan Hotel Paradise di Karimun. Ia telah bekerja selama 23 tahun, dengan gaji yang diperoleh hampir Rp4 Juta per bulan. Kemudian tahun 2016 akhir dia mulai berpikir ingin lebih maju dan mandiri.
“Sampai akhirnya keputusan untuk berhenti sebagai karyawan hotel, karena ingin bekerja mandiri, tidak mau lagi kerja ikut orang. Tahun itu memang kalau dihitung karyawan swasta gaji hampir Rp4 Juta sudah lumayan. Tapi saya berpikir lagi, umur sudah semakin tua anak semakin besar. Sehingga setelah berhenti kerja, saya mulai bereksperimen membuat kerajinan, bahan bakunya semua dari sampah termasuk perekat atau lem yang saya butuhkan, saya produksi sendiri untuk kebutuan sendiri dan masyarakat yang memerlukan,” jelas pria yang memiliki tiga orang anak ini.
Meskipun pendapatannya tergantung dari penjualan atau pesanan, namun jika dirata-ratakan setiap bulannya Nazdin mampu memiliki penghasilan mencapai belasan juta rupiah.
Bahkan hasil dari mendaur ulang sampah, ia mampu memberikan pendidikan terbaik bagu putra pertamanya di salah satu perguruan tinggi terbaik se Kepri, yakni Universitas Maritm Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang dan kini sudah hampir lulus atau smester akhir. Tidak hanya itu, Nazdin juga mampu membiayai pendidikan dua orang anaknya yang lain.
“Anak yang nomor dua perempuan sekarang sudah kelas III SMA, dan yang paling bungsu di pondok pesanren Al Himmah. Alhamdulillah biaya pendidikan anak mencukupi selain kebutuhan dapur juga sejauh ini aman. Kalau dulu saya masih tetap jadi karyawan hotel sampai sekarang, rasanya gaji segitu tidak cukup dengan kebutuhan yang ada saat ini,” ungkap Nazdin lagi.
Dengan berbekal teknologi digital, Nazdin pun mulai mempromosikan porduk lem dan beberapa kerajinan yang telah ia buat, melalui akun medsos miliknya seperti instagram @Nasdin68 ataupun facebook miliknya Naz Din.
Dia berharap, pemerintah daerah Kabupaten Karimun agar dapat membantu, dalam mempromosikan produk atau karya dari limbah yang telah dibuatnya.
Disamping itu pula, kepada masyarakat luas Nazdin juga berpesan agar tidak lagi membuang sampah sembarangan, karena ada berbagai jenis sampah yang bisa diolah menjadi uang, sama seperti yang telah dia kerjakan saat ini.
“Saya saja bisa mengolah limbah menjadi pendapatan yang lebih, kenapa masyarakat tidak, dan ini hendaknya bisa dilakukan juga oleh siapapun. Bahkan saya bisa mentransfer ilmu jika diminta oleh siapapun yang ingin belajar,” pesannya.(agn)